WaktuCom - Gubernur Ahok menegaskan, RSUD dilarang menolak pasien BPJS. “Semua harus diterima dan dilayani dengan baik,” katanya di sambutan peresmian Gedung B, RSUD Budhi Asih, kemarin. Sebab, pemegang BPJS sudah bayar premi
“Kalo sampai ada RSUD tidak taati ini, laporkan ke kami. Maka, akan kami teliti,” katanya. Jika ada unsur kesengajaan pihak RSUD, maka akan langsung dikenakan sanksi.
Luar biasa….
Ahok ini paham betul ‘penyakit’ masyarakat Indonesia. Dia bagai ‘dokter kemasyarakatan’. Dia tahu, ‘penyakit’ paling kronis sejak Indonesia merdeka hingga kini, ada dua hal: Korupsi dan Law Enforcement (penegakan hukum).
Soal korupsi, kita semua sudah tahu. Soal law enforcement, kita semua juga paham.
Selama tujuh puluhan tahun ini, jika ada penyimpangan di pelayanan masyarakat, misalnya, RSUD menolak pasien BPJS, atau pasien miskin, maka dibiarkan saja.
Pasien yang ditolak, bingung… mau melapor ke siapa? Seandainya sudah melapor ke instansi yang berwenang, laporan hanya dicatat, tapi tidak ada tindakan konkrit.
Mengapa? Sebab, diduga penerima laporan sudah terima setoran dari pihak yang dilaporkan, sehingga tidak ada tindakan apa-apa. Dan, itu terus berulang-ulang akhirnya menjadi kebiasaan (budaya).
Jadi, korupsi dan law enforcement ini dua bentuk tindakan manusia yang berbeda. Tapi wujudnya seperti dua kelompok benang kusut, saling belit-membelit jadi satu. Ujung-ujungnya duit.
Benang kusut inilah yang kini diurai Ahok. Dia bertindak keras untuk semua pelanggaran di lingkungan Pemprov DKI.
Pegawai Negeri yang dulu terkenal tidak mungkin dipecat, kini dengan gampangnya bisa dipecat Ahok (jika melanggar aturan). RSUD yang dulu terkenal ‘angker’ tak tersentuh hukum, kini bakal di-sanksi Ahok (jika melanggar).
Bagaimana jika ruangan kelas tiga untuk pasien BPJS di suatu RSUD penuh? Jawab Ahok: “Pasien tetap harus diterima dan dilayani dengan baik. Carikan kelas yang kosong,” tegasnya.
Berarti, kelas ruangan untuk pasien miskin pemegang BPJS bisa dinaikkan ke kelas dua, atau kelas lebih tinggi lagi. “Itu berarti rejeki pasien, dia bisa masuk ruang kelas VIP kalo semua kelas di bawahnya penuh,” katanya.
Ini bener-bener terobosan luar biasa. Warga miskin Jakarta bener-bener diangkat derajatnya oleh Ahok.
“Kalo ada dokter atau perawat melayani dengan tidak ramah, berarti tidak bertanggung-jawab pada profesi. Maka, laporkan ke kami. Bisa kena sanksi,” tutur Ahok.
Sementara, Gedung B yang baru diresmikan, terdiri delapan lantai. Dengan demikian, RSUD Budhi Asih menambah 414 bed rawat inap dan 48 bed non rawat inap. “Maka, semua pasien BPJS harus diterima. Sampai semua bed terisi,” ujarnya.
Ahok bertindak keras, dan dia berani pasang badan untuk itu.
Jika anda membaca buku Ahok Biografi, anda akan tahu suatu hal penting. Bahwa kepemimpinan Ahok sejak awal berpolitik tahun 2004 hingga kini, mirip yang dilakukan Lee Kuan Yew membangun Singapura.
Bedanya, Lee (16 September 1923 – 23 Maret 2015) pendiri partai (Partai Aksi Rakyat). Sedangkan Ahok alergi partai. Karena mereka hidup di beda zaman dan beda situasi-kondisi sosial politik.
Tapi, Lee mengubah negerinya, yang pada 1960 disebut sebagai negeri “limbah kemelaratan dan degradasi”, menjadi negeri “keajaiban ekonomi” pada akhir dekade 1980-an.
Untuk revolusi itu, pada tahun 1970 Mr. Lee disindir Radio BBC London sebagai: “Masyarakat yang paling diatur di dunia, adalah Singapura”.
Sebab, Lee memimpin dengan keras. Warga meludah di sembarang tempat pun di-sanksi. Dan, tidak ada protes, sebab partai dia menguasai parlemen.
Akhirnya, Lee jadi legenda pemimpin Singapura, bahkan internasional. Akankah Ahok kelak seperti Lee? Kita tunggu hasil pilkada DKI nanti.
Caption:
Dua pemimpin yang sama-sama keras. Memimpin wilayah yang luasnya kurang-lebih setara.